Upah adalah segala
macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja, terlepas dari jenis pekerjaan
dan denominasinya. Upah menunjukkan penghasilan yang diterima oleh pekerja
sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukannya. Upah dapat diberikan baik
dalam bentuk tunai atau natura, atau dalam bentuk tunai natura. Sistem
pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem
pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tingkat fungsi upah,
yaitu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan
imbalan atas hasil kerja seseorang dan menyediakan insentif untuk mendorong
peningkatan produktivitas kerja
Perbedaan tingkat upah terletak dari satu sektor ke
sektor industri lainnya maupun antar daerah. Perbedaan ini pada dasarnya
disebabkan oleh satu atau lebih dari sembilan alasan dibawah ini. Perbedaan
tingkat upah tersebut terjadi pertama karena pada dasarnya pasar
kerja itu sendiri, terdiri dari beberapa pasar kerja yang berbeda dan terpisah
satu sama lain. Disatu pihak, pekerjaan yang berbeda memerlukan tingkat
pendidikan dan ketrampilan yang berbeda. Produktivitas kerja seeorang berbeda
menurut pendidikan dan latihan yang diperolehnya. Perbedaan tingkat upah dapat
terjadi karena perbedaan tingkat pendidikan, latihan dan pengalaman.
Kedua,
tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut persentase biaya pekerja
terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya pekerja terhadap
biaya keseluruhan, semakin tinggi tingkat upah. Misalnya pada
perusahaan-perusahaan yang padat modal seperti perusahaan minyak, pertambangan,
industri berat.
Ketiga, perbedaan tingkat
upah antara beberapa perusahaan dapat pula terjadi menurut perbedaan proporsi
keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Semakin besar proporsi keuntungan
terhadap penjualan dan semakin besar jumlah absolute keuntungan, semakin tinggi
nilai upah.
Keempat, perbedaan tingkat
upah antar perusahaan dapat berbeda karena perbedaan peranan pengusaha yang
bersangkutan dalam menentukan harga. Perusahaan-perusahaan monopoli dapat
menaikkan harga tanpa takut akan kompetisi. Pengusaha-pengusaha oligopoli lebih
mudah untuk bersama-sama berunding menentukan harga, sehingga tidak perlu
berkompetisi satu sama lain. Dalam perusahaan-perusahaan tersebut lebih mudah
untuk menimpakan kenaikan upah kepada harga jual barang.
Kelima, tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan
yang besar dapat memperoleh kemanfaatan “economic of scale” dan oleh
sebab itu dapat menurunkan harga, sehingga mendominasi pasar. Dengan demikian
perusahaan yang besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang
tingggi daripada perusahaan kecil.
Keenam, tingkat upah dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan.
Semakin efektif manajemen perusahaan, semakin efisien cara-cara penggunaan
faktor produksi, dan semakin besar upah yang dapat dibayarkan kepada para
pekerja.
Ketujuh, perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja dapat mengakibatkan
perbedaan tingkat upah. Serikat pekerja yang kuat dalam arti mengemukakan
alasan-alasan yang wajar biasanya cukup berhasil dalam mengusahakan kenaikan
upah.
Kedelapan, tingkat upah dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan. Semakin langka
tenaga kerja dengan ketrampilan tertentu, semakin tinggi upah yang ditawarkan
pengusaha.
Kesembilan, tingkat upah dapat berbeda sehubungan dengan besar kecilnya resiko atau
kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan. Semakin tinggi
mendapat resiko, semakin tinggi tingkat upah. Dan yang terakhir, perbedaan
tingkat upah dapat terjadi karena pemerintah campur tangan seperti dalam
menentukan upah minimum yang berbeda.
C. Masalah Pengupahan
Masalah pertama yang timbul dalam bidang
pengupahan dan karyawan pada umumnya pengertian dan kepentingan yang berbeda
mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang menjadi beban karena
semakin besar upah yang dibayarkan pada pekerja, semakin kecil proporsi
keuntungan bagi pengusaha. Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha
sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen upah.
Dilain pihak, karyawan dan keluarganya biasanya menganggap upah hanya sebagai
apa yang diterimanya dalam bentuk uang (take home pay). Kenyataan
menunjukkan bahwa hanya sedikit pengusaha yang secara sadar dan sukarela
berusaha meningkatkan penghidupan karyawannya. Dilain pihak, karyawan melalui
Serikat pekerja dengan mengundang campur tangan pemerintah selalu menuntut
kenaikan upah dan perbaikan fringe benefit. Jika tuntunan seperti itu
tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha
akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi, menggunakan
teknologi yang lebih padat modal atau mendorong harga jual barang yang kemudian
mendorong inflasi.
Masalah kedua di bidang pengupahan
berhubungan dengan keanekaragaman sistem pengupahan. Proporsi sebagian upah
dalam bentuk natura dan fringe benefit cukup besar, dan besarnya tidak
seragam antara perusahaan-perusahaan. Sehingga kesulitan sering diketemukan
dalam perumusan kebijakan nasional, misalnya dalam hal menentukan pajak
pendapatan, upah minimum, upah lembur dan lain-lain.
Masalah ketiga yang dihadapi dalam
bidang pengupahan adalah rendahnya tingkat upah atau pendapatan masyarakat.
Rendahnya tingkat upah ini disebabkan karena tingkat kemampuan manajemen yang
rendah sehingga menimbulkan berbagai macam pemborosan dana, sumber-sumber dan
waktu. Selain itu, penyebab rendahnya tingkat upah karena rendahnya
produktivitas kerja. Produktivitas kerja karyawan rendah, sehingga pengusaha
memberikan imbalan dalam bentuk yang rendah juga.
D. Karakteristisk
Upah
D.I. Upah per
satuan (piece rates) dan upah per jam (time rates)
Saudara mahasiswa,
kita akan membahas karakteristik kontrak kerja antara pekerja dan perusahaan
berupa penetapan upah per satuan (piece rates) dan upah per jam (time
rates). Masalah yang
muncul pada kontrak kerja kerja akan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
dan tingkat keuntungan perusahaan. Jenis kontrak kerja yang dipilih sangat
penting karena pemberi kerja sering tidak tahu produktivitas pekerja yang
sebenarnya, sementara pekerja menginginkan upah yang besar dengan kerja yang
sekecil mungkin.
Sistem upah per satuan mengkompensasi pekerja berdasarkan
pada output yang dihasilkan oleh pekerja. Sebagai contoh pekerja garmen
dibayarkan berdasarkan pada seberapa banyak jumlah celana yang dihasilkan, para
tenaga penjual dibayar sesuai dengan besarnya komisi tertentu dari volume
penjualannya. Sedangkan kompensasi upah pekerja per jam sangat bergantung
kepada jumlah jam kerja yang dialokasikan pekerja dalam pekerjaannya dan tidak
berhubungan sama sekali dengan jumlah output yang dihasilkan pekerja. Perusahaan
yang memiliki biaya pengawasan yang tinggi jika memberikan tingkat upah per
satuan yang kecil kepada pekerja maka hanya sedikit pekerja yang mau menerima
upah yang demikian sedikitnya (low take home salaries). Sehingga
perusahaan yang menghadapi biaya pengawasan yang tinggi lebih memilih upah per
jam (berdasarkan waktu), sementara perusahaan yang menghadapi biaya pengawasan
yang rendah memilih tingkat upah per satuan. Oleh karenanya, upah per satuan
sering dipakai untuk membayar pekerja yang outputnya dapat diamati dengan mudah
misalkan jumlah celana yang diproduksi, volume penjualan pada periode yang
lalu, semetara upah per jam ditawarkan bagi para pekerja yang outputnya sulit
untuk diukur seperti upah bagi para professor di Universitas atau para pekerja
pada tim produksi software.
D.II. Keuntungan dan keburukan dari penerapan sistem pembayaran per satuan
(piece rate)
Pembayaran per satuan mampu menarik pekerja dengan
kemampuan besar, sistem pembayaran langsung berhubungan dengan kinerja,
meminimalkan hal-hal yang bersifat diskriminasi dan nepotisme dan meningkatkan
produktivitas perusahaan. Disamping keuntungan, terdapat keburukan dari system
kompensasi piece rate yaitu ada kemungkinan diantara anggota tim di lini
produksi akan mengalami free rider dari kerja yang dihasilkan anggota
yang lain, jika produktivitas dalam satu lini produksi sangat bergantung
produktivitas pada lini produksi yang lain yang dihitung berdasarkan pada
output tim. Selain itu sistem penggajian dengan piece rate, pekerja
lebih suka mengabaikan kualitas ketimbang kuantitas. Banyak pekerja yang tidak
menyukai system piece rate karena upah mereka sangat fluktuatif
sepanjang waktu. Sebagai contoh, penerimaan harian pemetik buah stroberi sangat
bergantung pada kondisi cuaca. Yang terakhir, pekerja pada perusahaan yang
menggaji dengan piece rate mengalami kegelisahan jika terjadi ”ratchet
effect” Misalkan ada pekerja yang menghasilkan output lebih besar
dibandingkan dengan perkiraan perusahaan. Manajer perusahaan mungkin akan
mengira tingkat output yang tinggi yang dihasilkan pekerja merupakan pekerjaan
yang tidak terlalu sulit untuk dilakukan dan perusahaan merasa telah membayar
pekerja terlalu mahal. Pada periode selanjutnya, tingkat upah piece rate
direndahkan dan pekerja harus bekerja lebih keras lagi untuk
mengkompensasinya lagi.
E. Kebijakan Penentuan Upah
Kriteria yang paling umum digunakan dalam menentukan
tingkat upah yaitu berdasarkan ukuran kesetaraan berupa pembayaran yang sama
bagi pekerjaan yang sama, ukuran kebutuhan berupa biaya hidup, upah untuk hidup
dan daya beli, kemudian ukuran kontribusi berupa kemampuan membayar perusahaan
dan produktivitas yang dihasilkan oleh tenaga kerja. Saat ini yang berlaku
adalah Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan di masing – masing daerah.
E.I. Upah Minimum
Kebijakan penetapan upah minimum dalam kerangka
perlindungan upah dewasa ini masih menemui banyak kendala sebagai akibat belum
terwujudnya satu keseragaman upah, baik secara regional/wilayah-propinsi atau
kabupaten/kota, dan sektor wilayah propinsi atau kabupaten/kota, maupun secara
nasional. Dalam menetapkan kebijakan pengupahan memang perlu diupayakan secara
sistematis, baik ditinjau dari segi makro maupun segi mikro seirama dengan
upaya pembangunan ketenagakerjaan, utamanya perluasan kesempatan kerja,
peningkatan produksi, peningkatan taraf hidup pekerja sesuai dengan kebutuhan
hidup minimalnya.
Dalam penetapan upah minimum ini masih terjadi perbedaan-perbedaaan yang didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat dan jenis pekerjaan di masing-masing perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, masing-masing wilayah/daerah yang tidak sama. Oleh karena itu, upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota dan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Kebijakan ini selangkah lebih maju dari sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan sub-sektoral, sektoral, sub-regional, dan regional.
Dalam penetapan upah minimum ini masih terjadi perbedaan-perbedaaan yang didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat dan jenis pekerjaan di masing-masing perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, masing-masing wilayah/daerah yang tidak sama. Oleh karena itu, upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota dan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Kebijakan ini selangkah lebih maju dari sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan sub-sektoral, sektoral, sub-regional, dan regional.
Dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan telah ditetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup
layak, dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi meliputi : a.
upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum
berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota.
Upah minimum tersebut ditetapkan oleh Gubernur untuk
wilayah propinsi, dan oleh Bupati/Walikota untuk wilayah Kabupaten/Kota, dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi atau Bupati/Walikota.
Dalam hal ini pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah
minimum yang telah ditetapkan untuk masing-masing wilayah propinsi dan/atau
kabupaten/kota. Bagi pengusaha yang karena sesuatu hal tidak atau belum mampu
menbayar upah minimum yang telah ditetapkan dapat dilakukan penangguhan selama
batas jangka waktu tertentu. Dalam hal upah minimum ditetapkan atas kesepakatan
antara pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja, tidak boleh lebih rendah
dari ketentuan pengupahan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Apabila kesepakatan dimaksud lebih rendah dan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka kesepakatan tersebut batal demi
hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam penetapan upah tersebut tidak boleh ada
diskriminasi antara pekerja laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama
nilainya sebagaimana dimaksud dalam Konvensi 100 yang diratifikasi berdasarkan
Undang-Undang No. 80 tahun 1957 (Lembaran Negara No.171 tahun 1957).
E.I.a. Keseragaman Pengupahan
Dengan adanya sistem penetapan upah minimum berdasarkan wilayah propinsi
atau wilayah kabupaten/kota, dan sector pada wilayah propinsi atau
kabupaten/kota, berarti masih belum ada keseragaman upah disemua perusahaan dan
wilayah/daerah.
Hal ini dapat dipahami mengingat kondisi dan sifat perusahaan disetiap sector wilayah/daerah tidak sama dan belum bisa disamakan. Demikian juga kebutuhan hidup minimum seseorang pekerja sangat tergantung pada situasi dan kondisi wilayah/daerah dimana perusahaan tempat bekerja itu berada. Belum ada keseragaman upah tersebut justru masih didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan demi kelangsungan hidup perusahaan dan pekerja yang bersangkutan. Apabila bila mengingat strategi kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada sector informal didaerah perkotaan yang pada umumnya masih mempunyai penghasilan dibawah suatu taraf hidup tertentu.
Hal ini dapat dipahami mengingat kondisi dan sifat perusahaan disetiap sector wilayah/daerah tidak sama dan belum bisa disamakan. Demikian juga kebutuhan hidup minimum seseorang pekerja sangat tergantung pada situasi dan kondisi wilayah/daerah dimana perusahaan tempat bekerja itu berada. Belum ada keseragaman upah tersebut justru masih didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan demi kelangsungan hidup perusahaan dan pekerja yang bersangkutan. Apabila bila mengingat strategi kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada sector informal didaerah perkotaan yang pada umumnya masih mempunyai penghasilan dibawah suatu taraf hidup tertentu.
E.I.b. Kuantitas Tingkat Upah
Seperti diketahui sistem pengupahan yang bersifat beragam menyebabkan
kuantitas tingkat upah khususnya dalam penetapan upah minimum terjadi
perbedaan-perbedaan. Kebijakan sektoral dan regional didasarkan pada pemilihan
wilayah/daerah-daerah berikut sektor-sektor ekonominya yang potensial serta
dengan mempertimbangkan beberapa aspek yang mempengaruhi antara lain :
Aspek kondisi perusahaan.
Melalui aspek ini dapat diperoleh kriteria-kriteria perusahaan kecil,
perusahaan menengah, dan perusahaan besar baik didalam satu sektor atau
wilayah/daerah maupun berlainan sektor atau wilayah/daerah. Kriteria-kriteria
tersebut membawa konsekuensi pada kemampuan perusahaan yang tidak sama dalam
memberi upah pekerja. Hal ini sudah tentu tergantung pada besarnya modal dan
kegiatan usaha masing-masing perusahaan dan tingkat produksi, serta
produktivitas tenaga kerjanya.
Aspek keterampilan tenaga kerja.
Peningkatan produksi dan prodiktivitas kerja, sangat ditentukan oleh
kemampuan personil perusahaan, baik ditingkat bawah yakni tenaga kerja
terampil, maupun ditingkat atas yakni pimpinan manajemen yang mampu menjadi
penggerak tenaga kerja (pekerja) yang dipimpinnya untuk bekerja secara
produktif.
Tenaga kerja merupakan modal dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi perusahaan, apabila tenaga kerja tersebut sebagai sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Tingkat kemampuan tenaga kerja dan pimpinan manajemen dalam suatu perusahaan, memberikan peranan yang menentukan untuk merubah kondisi perusahaan tersebut menjadi lebih baik dan maju. Kondisi seperti ini memberikan dampak positif bagi upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja (pekerja) melalui pemberian upah yang lebih tinggi, serta jaminan-jaminan sosial lainnya.
Tenaga kerja merupakan modal dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi perusahaan, apabila tenaga kerja tersebut sebagai sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Tingkat kemampuan tenaga kerja dan pimpinan manajemen dalam suatu perusahaan, memberikan peranan yang menentukan untuk merubah kondisi perusahaan tersebut menjadi lebih baik dan maju. Kondisi seperti ini memberikan dampak positif bagi upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja (pekerja) melalui pemberian upah yang lebih tinggi, serta jaminan-jaminan sosial lainnya.
Aspek standard hidup.
Peningkatan tingkat upah pekerja selain dipengaruhi oleh kondisi perusahaan
dan keterampilan tenaga kerjanya, juga dipengaruhi oleh standard hidup pada
suatu wilayah atau daerah dimana perusahaan itu berada. Standard hidup di
daerah perkotaan biasanya lebih tinggi dibanding didaerah pedesaan.
Peningkatan tingkat upah ini selain didasarkan pada kebutuhan pokok (basic needs) tenaga kerja yang bersangkutan sesuai tingkat perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah/daerah tertentu. Kebutuhan pokok tersebut tidak hanya terbatas pada persoalan sandang, pangan dan papan, akan tetapi meliputi juga pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dan lain sebagainya.
Peningkatan tingkat upah ini selain didasarkan pada kebutuhan pokok (basic needs) tenaga kerja yang bersangkutan sesuai tingkat perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah/daerah tertentu. Kebutuhan pokok tersebut tidak hanya terbatas pada persoalan sandang, pangan dan papan, akan tetapi meliputi juga pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dan lain sebagainya.
Aspek jenis pekerjaan.
Perbedaan pada jenis pekerjaan ini mengakibatkan terjadinya perbedaan
tingkat upah, baik pada suatu sektor yang sama, maupun pada sektor yang
berlainan. Tingkat upah pada sektor industri, tidak sama dengan tingkat upah di
sektor pertanian, tidak sama pula dengan sektor perhotelan, dan sebagainya.
Tingkat upah pada industri rokok atau pemintalan benang misalnya, tidak sama
dengan tingkat upah pada industri mesin, dan sebagainya. Aspek jenis pekerjaan
mempunyai arti yang khusus, karena diperolehnya pekerjaan, dapat membantu
tercapainya kebutuhan pokok bagi pekerja yang bersangkutan. Meningkatnya taraf
jenis pekerjaan dapat membantu peningkatan taraf hidup sebagai akibat
meningkatnya upah yang diterima pekerja dari pekerjaannya itu.
E.II. Penetapan upah dan tunjangan lainnya melalui perundingan
kolektif
Perundingan kolektif diperlukan perusahaan dalam negosiasi penetapan upah yang
melibatkan serikat pekerja sebagai mitra sejajar dengan pemberi kerja.
Peningkatan upah yang dihasilkan melalui perundingan antara pekerja dan pemberi
kerja cenderung berhasil meningkatkan produktivitas.
Sumber : http://www.ut.ac.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar